Rabu, 14 Maret 2012

PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN TENTANG BANGSA DAN NEGARA


PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN
TENTANG BANGSA DAN NEGARA












 








          NAMA     : NATALIA APRILIANA
            KELAS    : 2EA01
            NPM        : 14210919
         





UNIVERSITAS GUNADARMA
2011/2012

A.   Pendahuluan

            Bagaimanakah posisi manusia sebagai rakyat dan warga Negara di dalam sebuah Negara ? Dalam sebuah Negara, rakyat harus tunduk dan patuh pada kekuasaan Negara. Berdasarkan hubungannya dengan daerah tertentu didalam sebuah Negara, rakyat dapat dibedakan menjadi penduduk dan bukan Negara. Sedangkan berdasarkan hubungannya dengan pemerintah Negara, rakyat dapat dibedakan menjadi warga Negara dan bukan warga Negara. Rakyat dalam jumlah besar yang merupakan kumpulan masyarakat yang membentuk Negara disebut bangsa.
            Apa itu bangsa ? Dalam asti sosiologi, bangsa termasuk “kelompok paguyuban” yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dan senasib sepenanggungan di dalam sebuah Negara, setiap warga Negara harus memiliki sikap nasionalisme dan patriotnalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


B.   Makna Bangsa dan Negara

1. Makna bangsa
      Dalam memahami pengertian sebuah bangsa, telah banyak upaya yang dilakukan oleh  para ahli di bidangnya. Apa itu bangsa ? Sebagian ahli pendapat bahwa bangsa itu mirip dengan komunitas etnik,, meskipun tidak sama. Bangsa adalah suatu komunitas etnis yang cirri-cirinya adalah : memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu.
      Dalam pengertian sosiologi, bangsa termasuk “kelompok paguyuban” yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dan senasib sepenanggung didalam suatu Negara.
     



      Berikut ini pendapat beberapa ahli kenegaraan ternama dalam mendefinisikan sebuah bangsa :
a.       Hans kohn (Jerman)
Bangsa adalah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah. Suatu Negara merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa di rumuskan secara eksak.
b.      Ernest renan (Prancis)
Bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari dua hal, yaitu rakyat yang harus bersama-sama menjalankan satu riwayat, dan rakyat yang kemudian harus mempunyai kemauan atau keinginan hidup untuk menjadi satu.
c.       Otto Bauner (Jerman)
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai kesamaan karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya kesamaan nasib.
d.      F. Ratzel (Jerman)
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham geopolitik)
e.       Jalabsen dan Lipman
Bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity) dan kesatuan politik (political unity)

2.Makna Negara
a.       Pengertian Negara

      Secara etimologis, “negara” berasal dari bangsa asing staat (Belanda,Jerman), atau state (Inggris). Kata staat maupun berarti “menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan”. Kata status juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukan sifat atau keadaan tegak dan tetap. Sementara itu, Niccola Machiavelli memperkenal istilah La stato dalam bukunya “II Principe” yang mengartikan Negara sebagai kekuasaan. Buku itu juga mengajarakan begaimana seharusnya seorang raja memerintah sebaik-baiknya.
      Kata “negara” yang lazim di gunakan di Indonesia berasal dari bahasa sansekerta nagari atau nagara, yang bearti wilayah, kota, atau penguasa. Pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV, seperti tertulis dalam buku Negara Kertanegara karangan Mpu Tantular (1365), digambarkan tentang pemerintahan Majapahit yang menghormati musyawarah, hubungan antardaerah, dan hubungan dengan Negara-negara tetangga.

b.      Sifat hakiakt Negara
           
 Berdirinya suatu Negara, sangat berkaitan erat dengan adanya keinginan manusia yang membentukan suatu bangsa karena adanya berbagai kesamaan, ras, bahasa, adat-istiadat, dan sebagainya. Hakikat berdirinya suatu Negara, sangat penting artinya bagi Negara atau bangsa yang membutuhkan wadah yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Menurut Prof. Miriam Budiardjo (1984) sifat hakikat Negara mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Sifat memaksa
Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan fisik secara legal. Sarana untuk itu, adalah polisi, tentara, dan alat penjamin hokum lainya. Dengan sifat memaksa ini, diharapkan semua peraturan perundangan yang berlaku ditaati supaya keamanan dan ketertiban Negara tercapai. Bentuk paksaan yang dapat dilihat dalam suatu Negara adalah adanya UU Perpajakan yang memaksa setiap warga Negara untuk membayar pajak dan bila melanggar, akan dikenakan sanksi hokum tertentu.
2.      Sifat monopoli
Negara mempunyai sifat monopoli, yaitu dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Misalnya, Negara dapat mengatakan bahwa aliran kepercayaan atau partai politik tertentu dilarang karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat
3.      Sifat mencakup semua (all-embracing)
Semua peraturan perundangan-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tenpa kecuali. Hal itu perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang lingkup aktivitas Negara, maka usaha Negara kea rah tercapainya masyarakt yang cita-citakan akan gagal.



c.       Terjadi Negara
Pada umunya ada 3 (tiga) pendekatan dalam mempelajari terjadinya Negara, yaitu pendekatan teoritis, proses pertumbuhan primer dan sekunder, dan pendekatan factual
1)      Pendekatan teoritis
Terjadinya Negara secara teoritis, adalah pendekatan yang didasarkan pada pendapatan para ahli yang masuk akal dari berbagai hasil penelitian. Secara ringkas pendekatan teoritis dapat dilihat pada matriks dibawah ini :
1.      Teori ketuhanan
2.      Teori perjanjian masyarakat
3.      Teori kekuasaan
4.      Teori kedaulatan
5.      Teori hokum alam
2)      Pertumbuhan primer dan sekunder
Terjadinya Negara berdasarkan pendekatan pertumbuhan primer secara ringkas sebagai berikut :
a.       Fase Genootschaft
Kehidupan manusia diawali dari sebuah keluarga, kemudian berkembang luas menjadi kelompok-kelompok masyarakat hokum tertentu (suku). Sebagai pemimpin, kepala suku bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kehidupan bersama. Kepala suku merupakan primus interpares (orang pertama di antara yang sederajat) dan memimpin suatu suku, yang kemudian berkembang luas baik karena factor alami maupun karena penaklukan-penaklukan.
b.      Fase kerajaan (rijk)
Kepala suku sebagai primus interpares kemudian menjadi seorang raja dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Untuk menghadapi kemungkinan adanya wilayah/suku lain yang memberontak, kerajaan membeli senjata dan membangun semacam angkatan bersenjata yang kuat sehingga raja menjadi berwibawa. Dengan demikian lambat laun tumbuh kesadaran akan kebangsaan dalam bentuk Negara nasional.



c.       Fase Negara nasional
Pada awalnya Negara nasional diperintah oleh raja yang absolute dan tersentralisasi. Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja. Hanya ada satu identitas kebangsaan
d.      Fase Negara demokrasi
Rakyat yang semakin lama memiliki kesadaran kemudian tidak ingin diperintah oleh raja yang absolute. Ada keinginan rakyat untuk mengendalikan pemerintahan dan memiliki pemimpinya sendiri yang dianggap dapat mewujudkan aspirasi mereka.

Menurut pendekatan pertumbuhan sekunder, Negara sebelumnya telah ada. namun karena adanya revolusi, intervensi, dan penaklukan, munculnya Negara yang menggantikan Negara yang ada tersebut. Kenyataan terbentuknya Negara secara sekunder tidak dapat dipungkiri, meskipun cara terbentunnya kadang-kadang tidak sah menurut hokum. Contoh : lahirnya Negara Indonesia setelah melewati revolusi panjang yang mencapai klimaksnya pada tanggal   17 Agutus 1945.

3)      Pendekatan factual
Pendekatan factual adalah pendekatan yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang benar-benar terjadi, yang terungkap dalam sejarah (kenyataan historis). Pendekatan factual antara lain mencakup :
a.       Occupatie (pendudukan)
b.      Fusi (peleburan)
c.       Cessie (penyerahan)
d.      Accesie (penarikan)
e.       Anexatie (pencaplokan/penguasaan)

C.   Unsur-unsur terbentuknya Negara
1.      Unsur-unsur terbentuknya bangsa
               Menurut Hans Kohn, kebanyakan bangsa terbentuk karena adanya factor-faktor objektif tertentu yang membedakannya dari bangsa lain, yakni kesamaan keturunan, wilayah, bahasa, adat-istiadat, kesamaan politik, perasaan, dan agama. Dengan demikian, factor objektif terpenting bagi terbentuknya suatu bangsa ialah adanya kehendak atau kemauan bersama atau “nasionalisme”
   Contoh : terbentunya bangsa Indonesia dengan kebhinekaan suku, agama, ras, dan golongan yang terbentang dar sabang samapai merauke telah teruji dalam kurun waktu lebih dari 3 abad. Pada masa penjajahan Belanda selama 350 tahun dan jepang 3,5 tahun, meskipun dengan berbagai politik pacah-belah atau adu-domba (devide et impera), namun tidak mampu dipisahkan niat, tekad, jiwa dan semangat bangsa Indonesia dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Poklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945.

2.      Unsure-unsur terbentuknya Negara
               Suatu Negara dapat terbentuk apabila memenuhi minimal unsure-unsur konstitutif. Unsur kontitutif merupakan syarat mutlak yang harus ada untuk mendirikan Negara, yakni berupa adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Adapun unsur lain yang tidak mutlak (formalitas untuk memperlancar dalam tata pergaulan internasional) yang dapat dipenuhi setelah Negara tersebut berdiri, adalah pengakuan dari Negara lain (unsur deklaratif).
               Menurut ahli kenegaraan Oppenherimer dan Lauterpacht, suatu Negara harus memenuhi syarat-syarat : rakyat yang bersatu, daerah atau wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari Negara lain. Sedangkan menurut Konvensi Montevideo (Uruguay) tahun 1933 yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konstitutif :
a. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga negara) tau bangsa (staatsvolk)
b.Harus ada wilayah atau lingkungan kekuasaan
c. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan
yang bedaulat
d.      Kesanggupan berhubungan dengan Negara lain

                                                    


D.   Daftar pustaka

1.     Budiyanto, “Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas X”, Jakarta, Erlangga, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar