Metode ilmiah
atau proses ilmiah (bahasa Inggris: scientific method)
merupakan proses keilmuan
untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis
dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat
berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen.
Jika suatu hipotesis
lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Unsur
metode ilmiah
Unsur utama metode ilmiah adalah
pengulangan empat langkah berikut:
- Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)
- Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
- Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)
- Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)
DNA/contoh
Setiap langkah diilustrasikan dengan contoh dari penemuan
struktur DNA:
3.
DNA/prediksi
Contoh tersebut dilanjutkan pada tahap "Evaluasi dan pengulangan", yaitu
DNA/pengulangan.
Karakterisasi
Metode ilmiah bergantung pada
karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi,
ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh
subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses
penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali
memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang
cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol,
seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek
yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering
memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop,
atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan
penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya
ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan,
dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.
DNA/karakterisasi
Sejarah penemuan struktur DNA
merupakan contoh klasik dari empat tahap metode ilmiah: pada tahun 1950
telah diketahui bahwa pewarisan genetik
memiliki deskripsi matematis, diawali oleh penelitian Gregor Mendel, namun mekanisme gen tersebut
belumlah diketahui dengan jelas. Para peneliti di laboratorium William Lawrence
Bragg di Universitas
Cambridge membuat gambar-gambar difraksi sinar-X atas berbagai macam molekul. Berdasarkan susunan kimianya,
dirasakan mungkin untuk mengkarakterisasikan struktur fisis DNA dengan gambar
sinar-X. Lihat: DNA 2
Karakterisasi
Metode ilmiah bergantung pada
karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi,
ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh
subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses
penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali
memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang
cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol,
seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek
yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering
memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop,
atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan
penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya
ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan,
dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi. Pengukuran dalam karya ilmiah
biasanya juga disertai dengan estimasi ketidakpastian hasil pengukuran tersebut.
Ketidakpastian tersebut sering diestimasikan dengan melakukan pengukuran
berulang atas kuantitas yang diukur
DNA/hipotesis
Sebagai contoh, dalam usaha untuk menentukan struktur DNA,
Francis Crick dan James Watson menghipotesiskan bahwa molekul
tersebut memiliki struktur heliks: dua spiral yang saling memilin. Linus Pauling yang baru akan melakukan
studi serius terhadap molekul tersebut menghipotesiskan struktur heliks ganda
tiga.
Prediksi
dari hipotesis
Hipotesis yang berguna akan
memungkinkan prediksi
berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin
meramalkan hasil suatu eksperimen dalam
laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat
pula bersifat statistik dan hanya
berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh
prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar
akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil
tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah
benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi
dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut
tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah
berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan
datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori
baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.
Eksperimen
Setelah prediksi dibuat, hasilnya
dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan
prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan
membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen
sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih
mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak
pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas
kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan
suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi
dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen
dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi
arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa
mengemudikan pesawat dari New York ke Paris
dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme
yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah
penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan
memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan
juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.
DNA/eksperimen
Ketika James Watson meneliti apa yang telah ditemukan Rosalind Franklin pada gambar difraksi
sinar-X DNA buatannya, Watson melihat bentuk huruf X yang telah diprediksikan
Crick sebagai struktur heliks. Lihat: DNA 1 | ...DNA/pengulangan
Evaluasi
dan pengulangan
Proses ilmiah merupakan suatu proses
yang iteratif, yaitu berulang. Pada langkah yang manapun, seorang ilmuwan
mungkin saja mengulangi langkah yang lebih awal karena pertimbangan tertentu.
Ketidakberhasilan untuk membentuk hipotesis yang menarik dapat membuat ilmuwan
mempertimbangkan ulang subjek yang sedang dipelajari. Ketidakberhasilan suatu
hipotesis dalam menghasilkan prediksi yang menarik dan teruji dapat membuat
ilmuwan mempertimbangkan kembali hipotesis tersebut atau definisi subjek
penelitian. Ketidakberhasilan eksperimen dalam menghasilkan sesuatu yang
menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang metode eksperimen
tersebut, hipotesis yang mendasarinya, atau bahkan definisi subjek penelitian
itu. Dapat pula ilmuwan lain memulai penelitian mereka sendiri dan memasuki
proses tersebut pada tahap yang manapun. Mereka dapat mengadopsi karakterisasi yang
telah dilakukan dan membentuk hipotesis mereka sendiri, atau mengadopsi
hipotesis yang telah dibuat dan mendeduksikan prediksi mereka sendiri. Sering
kali eksperimen dalam proses ilmiah tidak dilakukan oleh orang yang membuat
prediksi, dan karakterisasi didasarkan pada eksperimen yang dilakukan oleh
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar